Cerpen Dina Romadhona, “Memilih dan Melepaskan”

Oleh  Dina Romadhona, Siswa Kelas XI IPA-3 SMA Negeri 1 Lendah

Pagi yang cerah. Sinar matahari bersinar terang membuat berkilauan pucuk-pucuk akasia. Para manusia mulai bangun dan melakukan aktivitas masing-masing. Dari yang pergi ke sekolah, belanja sayur-mayur, ke kantor, dan aktivitas lain pada umumnya.

Tetapi tidak dengan keluargaku. Di pagi hari kami beristirahat, sebaliknya di malam hari melakukan aktivitas. Ya, kami adalah keluarga vampir. Namun, vampir masa sekarang sudah tidak meminum atau menghisap darah manusia lagi, melainkan darah kuda.

Namaku Victoria. Aku anak keempat dari delapan bersaudara. Aku tinggal di bawah tanah, tepatnya di bawah pemakaman besar di daerahku. Di tahun 2019 ini aku telah berusia 135 tahun. Tidak seperti manusia yang hidup tidak lebih bahkan kurang dari 100 tahun, kami bangsa vampir bisa hidup sampai 500 tahun. Dan diusiaku yang sekarang, aku menginjak usia remaja. Seperti remaja manusia lainnya, akupun sudah mengenal apa itu cinta. Walaupun hanya sebatas artinya, itupun temanku yang menjelaskan kepadaku.

Rabu malam, 29/09/2019

Rumahku dikunjungi banyak sekali vampir. Teman ayahku, ibuku, mantan pacar kakakku, teman-temanku, juga tak lupa para tetanggaku. Mereka datang untuk ikut merayakan hari bahagia kami, pertunangan kakak keduaku, Kak Ron. “Selamat kakak, akhirnya dapat jodoh juga. Kukira kakak gak bakalan dapat, hahaha”. Kataku meledek. “Enak aja, bukannya kakak gak dapet-dapet jodoh, cuma mau cari yang terbaik buat kakak aja”. Kakakku berkata sambil menyombongkan diri. “Heleh, dasar bandot tua”. Aku mengatainya sambil berlari agar tidak kena jitakan kakakku.

Setelah beberapa saat , karena pesta tak kunjung berakhir, aku mulai merasa bosan. Akupum memutuskan untuk keluar berjalan-jalan. Tanpa kusadari aku sudah berada di lingkungan manusia, dan tiba-tiba “bruk”, aku bertabrakan dengan seorang manusia, dan dia laki-laki. “Ma, maafkan aku, aku sedang melamun sehingga tidak memperhatikan jalan”. Aku meminta maaf sambil berusaha berdiri. “Tak apa, akupun begitu, pikiranku sedang kacau sampai aku tak melihat ada seseorang didepanku. Oh ya, perkenalkan namaku Weasly”. Dia memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan. “Aku Victoria”. “Wow, namamu sangat keren, seperti nama vampir di film-film”. Dalam hati aku tertawa, memang aku vampir. “Sepertinya ibu angkatku sangat menyukai vampir, jadi aku diberi nama Victoria, haha”.

Kami bercengkerama sampai waktu menunjukkan pukul 02.00 pagi. Dan aku segera berpamitan untuk pulang karena pesta dirumah pasti sudah selesai, dan jika kakakku tidak menemukanku pasti dia akan mencari dan mengomeliku sampai pagi. “Kak Weasley, maafkan aku karena aku harus segera pulang”. “Oh, oke aku akan mengantarmu, di mana rumahmu?”. “Tidak, tidak usah kak, aku tak pernah membawa seorang laki-laki kerumahku, jadi mereka pasti terkejut, kecuali Yuki”. Aku mengucapkan kata Yuki selirih mungkin agar tidak terdengar. “Apa, siapa, Yuki?”. “Ah tidak, mungkin kakak salah dengar, hehe. Kalau begitu aku pulang dulu kak, sampai jumpa”. “Tunggu, apa kita bisa bertemu lagi?”. “ Emmm, mungkin bisa. Hari Minggu jam sembilan malam disini, daah kak”. Aku langsung pergi secepat mungkin karena malu. “Arrghhh, mungkin pipiku sudah seperti kepiting rebus sekarang” gerutuku.

Di rumah Yuki masih ada ayahnya yang menunggu karena anak laki-lakinya tak kunjung pulang. Sesaat kemudian, tok tok tok “Ayah aku pulang”. Segera saja ayahnya membukakan pintu. “Kamu dari mana saja?” kata ayah khawatir. “Hay ayah, aku hanya jalan-jalan saja”. “Baiklah kalau begitu, ayo masuk!. “Eh ayah, tahu tidak di jalan aku bertemu, tepatnya bertabrakan dengan gadis cantik, cute lagi”. “Oh ya?”. “Dan namanya Victoria, seperti nama vampir ya yah”. Deg, ayahku merasa kaget. Di dalam hati ia bergumam, “Ah tidak mungkin itu putriku, di rumah kan sedang ada pesta kakak tercintanya, tak mungkin dia pergi”. “Apakah kamu menyukainya Yuu?” kata ayahku penasaran. “Ah ayah, sok tahu”. “Ya sudah ayah, aku mau ke kamar dulu”. “Oke, cepat tidur, besuk sekolah”. “ siap bos”.

Aku mempunyai teman bernama James. Menurutku dia sangat keren, tampan? Banget! Baik? Banget! Dia adalah teman sehidup sematiku. Tapi entah mengapa, aku belum merasa kalau aku menyukainya, aku hanya merasa senang sekaligus nyaman di dekatnya. Keluargaku memang sudah berencana menjodohkanku dengannya, belum lama ini James juga telah mengutarakan perasaannya padaku, tapi aku hanya bisa diam. Aku tak tahu harus bilang apa, untungnya dia tidak ngebet untuk memilikiku, kalau dia sampai bilang ke keluargaku jika dia menyukaiku, bakal habis riwayatku. Mungkin nari ini juga aku bakal langsung dinikahkan dengannya. Ah, untungnya tidak, dia mengerti perasaanku, dia bilang padaku jika dia akan menunggu. Sebenarnya aku tak enak hati, tapi apa mau dikata, cinta tak bisa dipaksa.

Minggu pukul 18.00, James sudah berteriak-teriak di depan rumahku. “Victoria! Victoria! Victoria! Ayo ikut aku!”. Aku yang masih tidur merasa terganggu dengan teriakannya. Dengan mata yang setengah tertutup aku menghampirinya. “Ada apa James teriak-teriak?”. “Putri cantik kenapa masih tidur? Ayo ikut aku, ada festival nanti jam 19.00 di sana”. “Di mana?”. “Di sana, tempat para manusia tinggal”. “Apa?”, akupun berteriak kaget mendengar ajakan James. Aku teringat janjiku bertemu dengan Yuuki nanti jam 21.00. “Festivalnya sampai jam berapa?”. “Jam 12!”. “Apa?? Oupps maaf, sepertinya aku tak bisa, jam sembilan nanti aku akan bertemu temanku”. “Siapa?”. “Kepo, sana lihat sendiri, aku masih ngantuk mau tidur dulu, daaah” Kataku sambil berlalu meninggalkan James.

Seperti yang telah direncanakan, aku bertemu dengan Yuki jam 9 malam. Lama-kelamaan, kami mulai dekat, kami saling bertemu, walaupun hanya bertemu saat malam hari, tapi itu tidak menjadi masalah, “Vic? Mengapa kita harus bertemu di malam hari?”. “Karena aku vampir. Jika kita bertemu di siang hari dan aku terkena sinar matahari maka tubuhku akan terpanggang dan hangus menjadi abu, ha ha ha”. “Ah kamu bisa aja”. “Emmm, kak aku ingin bercerita. Kau tahu, aku diasuh oleh paman dan bibiku semenjak ibuku meniinggal. Sebenarnya papaku bisa merawatku, tapi dia masih sangat tertekan atas kematian ibuku. Hingga suatu hari dia memilih untuk menikah lagi dan memutuskan hidup dengan istri barunya dan tentu dengan suasana yang baru, ha ha”. “Aku mengerti bagaimana perasaanmu Vic. Aku juga sama sepertimu, hanya sebaliknya, papaku yang meninggal dunia, mamaku sangat lama bersedih hingga akhirnya bertemu dengan seorang lelaki yang kini menjadi papa tiriku”. ”Wah, kita senasib ya”.

Ternyata James mengetahui pertemuanku dengan Yuki, tapi dia tidak pernah bercerita kepadaku. Dan di pertemuan yang ke 1001 aku dengan Yuki, aku kaget karena dia membawa bunga. “Hai Yuki, untuk apa bunga itu?” . “Emm, sebelumnya, Vic, apakah kamu senang berteman denganku?” “Senang”. “Apakah kamu bahagia bersamaku?” “Iya”. “Apakah kamu nyaman di dekatku?” “Nyaman”. “Sebentar-sebentar, apakah ini sensus penduduk? Mengapa kau memberikan pertanyaan seperti petugas sensus begini?” “Tidak, dengarkan duluVic!” “Baiklah-baiklah”. “Vic, apa kamu mau menjadi kekasihku?” “Apaaaaaa???” Mungkin karena terlalu keras aku berteriak, rumah-rumah manusia sampai bergetar. “Sssst, jangan keras-keras!”. “Maaf-maaf, aku terlalu kaget”. Di dalam hati aku merasa senang sekaligus sedih. Belum lama ini aku merasa jika perlakuan James kepadaku sangatlah bermakna. Dia menemaniku saat aku sakit, menghiburku saat aku sedih, dan masih banyak hal yang dia berikan padaku selama ini. Namun entah apa yang sedang merasukiku aku langsung mengiyakan ajakan Yuki untuk menjadi kekasihnya. “Iya, aku mau”. “Apa?” “Aku mau dodol!” “Beneran? Yesss”

Semenjak hari itu kami mulai berkencan. Pergi ke festival (kalau ada), ke taman, mall, ya ke tempat para manusia berkumpul ataua nongkrong. Hingga suatu hari Yuki mengajakku ke rumahnya. “Vic, main ke rumahku yuk, aku mau memperkenalkanmudengan ayah dan mamaku” Sontak aku langsung menjawab, “Apaaa???” “Ya nggak harus gitu juga kali Vic responnya” “Ayo, mau nggak?” “I.. Iya deh”, jawabku terbata-bata. Mereka berdua akhirnya berjalan menuju rumah Yuki. Mereka tidak menyadari ada sepasang mata yang selalu mengintai dan mengikuti mereka. “Aku akan bersabar Vic”

Sesampainya di rumah Yuki, Victoria kaget melihat sosok yang mirip sekali dengan ayahnya. Ternyata memang benar. “A…Ayah? Apa yang ayah lakukan di sini?” Aku sungguh tak mengerti dengan apa yang kulihat sekarang. “Ayah, maksudnya? Ini ayahku Vic!” “Apaaaa???” Karena otaku sudah penuh dengan ketidakpercayaanku ini, segera saja aku pergi meninggalkan rumah Yuki. Aku menangis sejadi-jadinya. “Yuki, cepat kejar Victoria!”. “A..ada apa sebenarnya ini ayah?”. “Tidak usah banyak tanya Yuki, cepat!”. “Baiklah ayah”

Karena tak ingin terkejar Yuki, aku memutuskan untuk terbang saja. Entah apa yang sedang aku pikirkan, saat itu yang ada di pikiranku adalah Jmaes. “Ya Tuhan, drama  macam apa ini?” Segera aku aku menuju rumah James. Sampai di sana aku langsung mengetuk rumah James keras-keras. “James! James! Di mana kamu?”. Aku memanggilnya sangat keras sambil menangis sesenggukan. “Iya, sebentar” Setelah James membuka pintu ia langsung kaget melihat aku menangis. “Apa yang terjadi Vic?”  James langsung memeluku dan menenangkanku. “Tak apa Vic, tak apa”

Tiga tahun setelah kejadian itu, aku duduk termenung di bawah rindang pohon kamboja. Tanpa sadar air mataku menetes. Kulihat langit, bulan, dan bintang seakan merasakan kesedihanku. Aku mulai berdiri, kukuatkan hati, kusiap berdampingan denganmu , kusiap hidup bersamamu, kusiap mencintaimu apa adanya, James. Salam hatiku berbisik, selamat tinggal kak Weasley, kusiap melepasmu, kusiap melupakanmu, kusiap jadi seorang adik untukmu, karena saat ini kutau cinta tak harus memiliki.

Tenggara Menoreh, Agustus, 12, 2017.

 

Tentang DINA ROMADHONA

Dia yang sangat berbakat menulis Cerpen ini, bernama DINA ROMADHONA, lahir di Kulon Progo, 09 Desember 2000; Ayah bernama: Tarsim. Ibu bernama: Waginem. Beralamat tempat tinggal di Nepi, Dukuh IV Kranggan Galur Kulon Progo. Dari membaca cerpennya yang dipublikasikan SMALENSA kali ini, dengan judul “Memilih dan melepaskan”,  dapat diketahui bahwa Dina Romadhona memiliki bakat dan potensi buat menulis karya fiksi maupun nonfiksi. Kita berharap, agar Dina Romadhona terus menumbuhsuburkan bakat dan potensinya itu dengan berlatih menulis terus menerus setiap hari. Karya Dina Romadhona ditunggu oleh Tim Redaksi Majalah “SMALENSA”, berkirim melalui WhatsApp sangat bagus dan cepat sampai ke Tim Redaksi SMALENSA.