Hijrah Guru, Menuju Peningkatan Mutu. Education is The Fundamental Method of Social Progress And Reform

John Dewey pernah menulis begini: “I believe that education is the fundamental method of social progress and reform.

Kini, mari kaitkan dengan Hijrah Guru, Menuju Peningkatan Mutu.

Sungguh straegis penentuan Awal Tahun Keagamaan Hijriyah, yang diawali dengan momentum Hijrah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, dengan Muharam sebagai bulan pertama. Pada tahun 2018,  momentum spirit hijrah terjadi antara Selasa, 11 September hingga Rabu 10 Oktober 2018. Mari momentum emas ini kita manfaatkan.

Menimbang berbagai persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah bersama, terutama bagi pemangku kepentingan pendidikan di Indonesia, tampaknya pendidikan kita juga harus melakukan ‘hijrah’. Jika ditilik lebih jauh ada banyak sekali permasalahan pendidikan saat ini yang masih belum terpecahkan, di antaranya permasalahan kualitas guru dan pendukung sumber tenaga kependidikan lainnya. Rendahnya kualitas guru dapat dilihat dari nilai rata-rata nasional tes guru PNS tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika hanya sebesar 27,67% dari interval 0-100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi lain seperti fisika 27,35%, biologi 44,96%, kimia 43,55%, dan bahasa Inggris 37,57%. Nilai-nilai itu sangat jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% yang diharapkan.

Hal lain yang tak kalah memprihatinkan ialah rendahnya mutu pendidikan negara kita pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, terutama jika dibandingkan dengan mutu pendidikan di negara maju. Hasil survei yang dilakukan oleh United Nations Development Program (UNDP) tentang peringkat indeks pembangunan manusia menunjukkan, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, posisi Indonesia jauh tertinggal. Di antara 174 negara yang di survei, peringkat Indonesia dari tahun ke tahun selalu berada di zona bawah. Gambaran serupa juga tampak dari hasil survei Trends in Internasional Mathematics and Science Survey (TIMSS) 1999, yang menempatkan kemampuan siswa Indonesia di bidang matematika dan sains masing-masing di peringkat 34 dan 32 dari 38 negara. Pada 2003, Indonesia menempati urutan ke-34 untuk matematika dan dan 36 untuk sains. Hal ini sangat jauh berbeda dengan negara-negara tetangga seperti Singapura yang menduduki peringkat pertama untuk matematika dan IPA, Malaysia berada di peringkat 10 untuk matematika dan peringkat 20 untuk IPA (Pupuh: 2012).

Pengembangan kapasitas guru

Dengan melihat berbagai persoalan pendidikan di atas, guru sebagai pelaku utama dan garda terdepan dalam proses pendidikan tampaknya harus melakukan hijrah. Hijrah dalam perspektif guru sebagai pendidik bukanlah melakukan perjalanan seperti halnya yang dilakukan oleh Rasullah SAW. Dalam kapasitasnya sebagai pendidik, guru dapat melakukan hijrah melalui gerakan perbaikan mutu pendidikan dengan terus mengembangkan kapasitasnya sebagai seorang guru dan memberikan inovasi serta pengembangan berbagai hal yang terkait dengan proses pembelajaran agar dapat menghasilkan output pendidikan yang berkualitas.

Pengembangan kapasitas guru perlu dilakukan untuk meningkatkan dan memperbaiki keterampilan kinerja guru. Selain itu, pengembangan kapasitas guru juga dapat memperluas pengalaman guru dan bekal pendidikan, mengembangkan karier, pengetahuan dan pemahaman profesional, membuat guru menjadi lebih berharga, membantu guru mengantisipasi dan mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan serta akan memperjelas kebijakan sekolah dan kementerian yang selama ini masih buram bagi sebagian pendidik (Khoiruddin: 2015).

Ada banyak sekali cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengembangkan kapasitasnya, seperti melakukan diskusi, persiapan dan refleksi pembelajaran bersama dengan sejawat, membangun komunitas pembelajar di sekolah, melakukan pendampingan sejawat, pertukaran guru dengan sekolah-sekolah lain, melakukan penelitian, mengikuti konferensi dan seminar, dan melakukan pengembangan melalui penulisan. Khoiruddin (2015) menyatakan bahwa terdapat bermacam metode untuk meningkatkan profesionalisme guru yang akan berimbas kepada meningkatnya kapasitas guru tersebut, di antaranya ialah melalui penelitian tindakan, belajar mandiri, penggunaan media materi-materi pembelajaran jarak jauh, mengikuti program pendampingan, mentoring, kursus dalam jangka waktu tertentu, baik di dalam maupun di luar sekolah, magang, jejaring sebaya, terlibat dalam kelompok pembelajar profesional, yaitu kelompok kerja bersama atau satuan tugas tertentu, kegiatan bersama antarsekolah yang berisi berbagi pengalaman dan keterampilan, refleksi personal, experiental assignment, dan belajar bersama atau belajar melalui media IT (melalui diskusi kelompok dalam surat elektronik atau belajar mandiri menggunakan sumber-sumber daring).

Bila menimbang berbagai masalah pendidikan yang dihadapi, guru memiliki kewajiban moral untuk berperan aktif dalam upaya mencapai tujuan pendidikan dan memecahkan berbagai persoalan pendidikan. Inovasi untuk pemenuhan perbaikan mutu pembelajaran perlu dilakukan oleh guru dalam upaya memenuhi kebutuhan peserta didik untuk hidup di masyarakat dan menghadapi era persaingan global.

Dalam praktiknya, masyarakat kita umumnya masih sekadar mengandalkan kerja keras ketimbang melakukan inovasi kreatif. Berbagai inovasi pembelajaran dapat dilakukan untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah pendidikan sekarang ini. Memanfaatkan teknologi dalam menyajikan bahan ajar kepada siswa merupakan salah satu alternatifnya. Pembelajaran tidak lagi dilakukan secara konvensional dan berorientasi pada hasil belajar yang lebih baik.

Inovasi pembelajaran

Inovasi sederhana lainnya yang dapat dilakukan oleh guru ialah dengan mengubah kebiasaan menyajikan pelajaran yang biasanya berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang melibatkan siswa secara utuh. Penelitian menunjukkan proses belajar yang melibatkan siswa secara aktif yang dimulai dengan pengajuan masalah dan diskusi. Hasilnya lebih baik daripada pembelajaran yang didominasi oleh guru.

Hasil tes TIMSS dan PISA dalam beberapa periode menunjukkan bahwa peserta didik di Jepang memperoleh hasil yang jauh lebih tinggi daripada peserta didik di Jerman (kelompok sedang) dan Amerika (kelompok rendah). Hal ini merupakan akibat dari penerapan metode pembelajaran yang berbeda di negara-negara tersebut.

Menurut guru di Amerika, pembelajaran terjadi dengan penguasaan materi secara bertahap sehingga pembelajaran dilakukan sedikit demi sedikit dengan meminimalkan kesalahan. Sementara guru di Jepang percaya bahwa peserta didik akan belajar dengan baik jika dimulai dengan upaya memecahkan permasalahan dan kemudian diskusi bersama untuk memecahkan permasalahan itu (Ridwan: 2013).

Kebiasaan guru memecahkan masalah sebelum siswa diberi kesempatan untuk mencoba, demonstrasi metode penyelesaian, dan menugaskan siswa dengan mengerjakan soal yang mirip juga merupakan hal yang perlu dikaji kembali. Karena hal ini tidak akan berpengaruh besar terhadap hasil belajar siswa. Sebaliknya, siswa sebaiknya dibiasakan menyelesaikan permasalahan kompleks dan kemudian berbagi hasil metode penyelesaian di antara siswa, seperti yang diterapkan oleh guru-guru di Jepang. Upaya penerapan inovasi semacam itu, guru setidaknya telah berupaya untuk menuju mutu pendidikan bangsa yang lebih baik.

Guru sudah saatnya melakukan resolusi untuk ‘hijrah’ menjadikan mutu pendidikan lebih baik dengan terus mengembangkan kapasitas dan melakukan inovasi dalam pembelajaran dan pendidikan. Karena pendidikanlah yang akan menjadikan kemajuan sosial dan akan berdampak pada kemajuan bangsa menjadi lebih baik.

(SMT), dengan Berbagai Referensi.