Mari Bayangkan Kejadian Revolusi Industri 4.0

Mari membayangkan keadaan ketika revolusi industri 4.0 berjalan. Pabrik bekerja secara efisien menggunakan robot. Pekerjaan-pekerjaan manual makin berkurang. Pergerakan orang dan barang tak lagi mengandalkan kemampuan manusia namun menggunakan “kepiawaian” komputasi dan robotika. Orang makin banyak waktu luang sehingga mungkin waktu bekerja berkurang.

Nantinya akan terjadi pergeseran lanskap bisnis dan sosial masyarakat.  Proses masyarakat dalam mendapatkan sesuatu baik barang ataupun jasa berubah, prosesnya lebih efektif dan efisien. Ketergantungan masyarakat terhadap teknologi sangat tinggi.  Kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan menjadi lebih baik lagi. Itulah gambaran keadaan masyarakat ketika revolusi industri 4.0 berlari kencang.

Revolusi industri 4.0 makin masif bila salah satu pendukungnya yaitu teknologi makin banyak diadopsi.Salah satunya adalah teknologi telekomunikasi. Dua perusahaan telekomunikasi Telkomsel dan XL Axiata pernah mencoba menggunakan teknologi 5G ketika berlangsung Asian Games 2018 beberapa waktu lalu. Dari uji coba ini kita bisa membayangkan ketika kelak sistem industri, rumah tangga, perkotaan, kepolisian, militer dan lain-lain menggunakan fasilitas ini untuk berbagai tugas. Akurasi tinggi, hemat tenaga, kecepatan tinggi, dan sistem bisa mengerjakan tugas yang kompleks.

Telkomsel telah memperlihatkan beberapa contoh aktivitas yang bisa dilakukan ketika teknologi 5G diizinkan beroperasi seperti mobil tanpa pengemudi, sepakbola virtual, balap sepeda virtual dan lain lain. XL Axiata juga pernah memperlihatkan pengelolaan kota cerdas dengan menggunakan teknologi itu seperti pengelolaan air, tempat sampah pintar, dan lain-lain. Masih banyak aktivitas yang akan makin mudah, produktif, dan lain-lain ketika fasilitas pendukung revolusi industri 4.0 terbangun.

Dengan kecepatan 5G dan kapasitas yang lebih besar, pengguna bisa melakukan hal-hal yang bersifat otomatisasi. Penggunaan teknologi ini akan membuat pengelolaan kota menjadi efisien seperti tong sampah cerdas ketika penuh maka akan mengirim notifikasi sehingga pengangkutan sampah bisa segera dilakukan.

Saat ini untuk komunikasi suara dan teks mungkin sudah cukup dengan teknologi 4G tetapi ketika kita membutuhkan internet untuk segalanya (IoT) dan otomatisasi maka dibutuhkan teknologi 5G yang memungkinkan arus informasi dengan kecepatan tinggi terkirim karena banyak fungsi harus dijalankan dengan kecepatan tinggi dan dalam waktu bersamaan.

Salah satu pertanyaan klasik adalah kesiapan Indonesia untuk memasuki revolusi industri 4.0. Kemudian masalah lainnya adalah akselerasi yang bisa dilakukan agar revolusi itu bisa berlangsung masif dan banyak pihak yang bisa memanfaatkan revolusi itu serta sumber daya manusia lokal bisa banyak terlibat dalam proses.

Siap atau enggak, revolusi itu akan datang. Kita harus cepat beradaptasi dan saya merasa kita, Indonesia, sanggup memasuki revolusi industri 4.0. Perkembangan usaha rintisan di Tanah Air yang marak dan juga kemunculan wirausaha muda di berbagai tempat memberi harapan baru bagi akselerasi revolusi industri 4.0. Anak-anak muda menemukan masalah dan memunculkan berbagai solusi dengan menggunakan teknologi digital. Sesuatu yang membuat pening masyarakat menjadi ide bisnis dengan berbagai ragam model bisnis sehingga bisa membantu menyelesaikan masalah masyarakat yang pada saat bersamaan bisa menjadi sebuah usaha bisnis.

Perlu diingat, banyak jenis pekerjaan lama yang hilang dan  akan muncul jenis pekerjaan yang baru. Walaupun muncul jenis lapangan pekerjaan baru, tetapi dengan melihat kondisi masyarakat yang berpendidikan rendah ini akan jadi problem. Ketimpangan juga bakal menjadi masalah yang tetap ada. Pemerintah perlu memperhatikan masalah ini dan mengambil kendali agar revolusi memberikan dampak bagi semua kalangan, bukan hanya yang memiliki akses ekonomi saja.

Salah satu yang menjadi perhatian banyak kalangan adalah masalah sumber daya manusia untuk menopang revolusi itu sendiri. Dengan perbaikan pendidikan maka mereka bisa membuat warga kelas bawah tidak tertinggal. Rama mengaku tidak cemas dengan masalah itu namun lembaga pendidikan harus cepat berubah dan menyiapkan lulusan yang memahami masalah serta menjadi pemberi solusi di dalam proses revolusi industri 4.0.

Ada di tangan semua lembaga pendidikan. Mereka harus bisa segera cepat beradaptasi. Kalau  bisa, pemerintah ikut campur tangan menangani masalah pendidikan. Di sinilah urgensinya pemerintah masuk sehingga mutu hasil proses pendidikan lebih tinggi. Meski demikian, rama menceritakan beberapa pemain yang ada di Tanah Air mencoba menyelesaikan isu ini. Untuk itu tinggal diakselerasi saja.

Aturan yang ada juga perlu diadaptasi karena secara umum aturan-aturan yang ada sudah tertinggal dan tidak memadai lagi. Dalam masalah ini beberapa kementerian sering bentrok dan baru bisa diselesaikan dalam waktu yang lama. Keadaan ini memperlemas akselerasi revolusi industri 4.0. Meski, regulasi akan selalu kalah cepat oleh inovasi terutama di bidang teknologi. Hal ini sudah menjadi kodrat.

Betapa aturan yang ada sering memunculkan masalah di pengembangan usaha rintisan teknologi finansial (tekfin). Aturan yang ada masih perlu diadaptasi sehingga pengembangan tekfin bisa makin cepat dan menjangkau masayarakat yang selama ini tidak terlayani oleh bank makin mendalam. Inklusi keuangan yang baik akan mempermudah akses masyarakat terhadap lembaga keuangan sehingga mereka mudah meningkatkan kapasitasnya.

Bila aturan dibenahi maka inklusi keuangan bisa makin mendalam sehingga meningkatkan akses keuangan warga. Saat saya mengembangkan tekfin tahun 2015 secara keseluruhan baru ada 235.000 nasabah namun pada Agustus 2018 telah menjadi 820.000 nasabah. Ada pertumbuhan yang signifikan. Bareksa sendiri waktu itu mempunyai nasabah kurang dari 5.000 namun kini hampir 250.000. Terbukti kalau didukung maka akan bisa maju. Dengan terbuktinya ekosistem maka  hasilnya sudah terlihat.

Adaptasi semua kalangan seperti masyrakat, pelaku bisnis, usaha rintisan, akademisi, lembaga keuangan, peneliti, pemerintah sepertinya perlu segera dilakukan untuk mengakselerasi revolusi industri 4.0. Bila tidak dilakukan maka mungkin kita akan tertinggal dan kembali hanya menjadi penonton. Warga kelas bawah dengan pendidikan rendah perlu diajak ikut maju menghadapi perubahan yang sangat cepat dan bakal drastis.

Referensi: Andreas Martoyo, Kompas, 12 Oktober 2018