Antisipasi Perubahan Seleksi Masuk PTN 2019

Seleksi masuk perguruan tinggi negeri selalu dinanti hampir semua siswa sekolah menengah atas tingkat akhir. Tidak terkecuali oleh siswa SMAN 1 Lendah. Lewat seleksi itu mereka bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, atau malah tidak karena gagal bersaing dengan yang lain.

Ada banyak jenis seleksi yang bisa dipilih, salah satunya bernama Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Senin 22 Oktober 2018 kemarin, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengumumkan sejumlah kebijakan baru terkait seleksi SBMPTN.

Bisa Tes Dua Kali, Daftarnya Belakangan

Salah satu kebijakan baru adalah peserta bisa tes sampai dua kali. Menristekdikti Mohamad Nasir menyebut cara ini diterapkan agar kampus negeri benar-benar mendapatkan mahasiswa berkualitas.

“Jika kurang puas dengan hasil tes pertama, maka peserta boleh ikut tes lagi,” ucap Nasir di kantornya.

Maksudnya, keluaran dari tes adalah poin yang diumumkan ke masing-masing peserta via e-mail, bukan pengumuman apakah lulus atau tidak seperti yang sudah-sudah. Poin ini yang nantinya dipakai untuk mendaftar ke program studi tujuan. Peserta bisa mendaftarkan diri dengan poin yang lebih tinggi (kalau memutuskan untuk tes dua kali).

“Daftar belakangan,” demikian istilah Nasir.

Jenis Tes dan Materi

Kebijakan baru lain adalah ditiadakannya ujian dengan kertas cetak. Semua sudah terkomputerisasi. Namanya Ujian Tulis Berbasis Komputer alias UTBK. Sebetulnya ada lagi upaya yang lebih canggih, namanya UTBK berbasis Android. Namun, kata Nasir, yang satu ini masih dalam tahap pengembangan.

Ada dua materi utama yang bakal diujikan via komputer: Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Kompetensi Akademik (TKA).

Untuk TKA, yang akan diujikan adalah materi-materi rumpun sains dan teknologi (saintek) serta sosial humaniora (soshum). Sedangkan TPS, peserta akan diukur kemampuan kognitif, penalaran dan pemahaman umumnya.

“TPS sepadan dengan Tes Potensi Akademik (TPA),” kata Ketua Panitia Pusat Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru Perguruan Tinggi Negeri (SNPMB PTN) 2018, Ravik Karsidi.

Bagaimana dengan program studi khusus seperti olahraga dan seni? Kampus diberikan kebebasan. Mereka bisa menambah tes lain seperti ujian keterampilan, namun nilai SBMPTN tetap jadi acuan utama.

Biaya dan Lokasi

Biaya yang dibutuhkan seseorang untuk mengikuti satu kali ujian adalah Rp200 ribu, tidak naik dari tahun lalu. Ada 85 kampus yang bisa dipilih jadi lokasi ujian, tergantung di mana peserta tinggal. Saat ini tanggal ujian belum ditetapkan, namun dapat dipastikan diselenggarakan pada Sabtu dan Minggu. “Dimulainya maret nanti, pelaksanaan pukul 08.00 sampai 13.00,” kata Ravik.

Mereka yang bisa mendaftar dibatasi hingga tiga angkatan: lulus minimal pada 2019 dan maksimal 2017.

Keputusan Penerimaan
Tadi dijelaskan bahwa keluaran dari tes ini adalah poin, yang kemudian didaftarkan ke kampus yang diinginkan. Kampuslah yang kemudian memutuskan apakah seseorang diterima jadi mahasiswa atau tidak.

“Para rektor berkumpul untuk mendapatkan masukan dari kami untuk mengolah data [untuk penerimaan],” ujar Sekretaris Jenderal Panitia Pusat SNPMB PTN 2018 Joni Hermana. “Jadi seolah-olah kita dari awal punya nilai,” tambahnya.

Kuota Masing-Masing Jalur

Ada dua jalur lain untuk bisa diterima di kampus negeri selain SBMPTN, yaitu Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Mandiri.

Di antara tiga jalur itu, SBMPTN mendapat kuota tertinggi, minimal 40 persen. Seleksi Mandiri menempati posisi kedua dengan kuota minimal 30 persen, dan terakhir SNMPTN alias jalur rapor maksimal 20 persen. 10 persen sisanya bisa dialokasikan ke jalur lain kecuali untuk Ujian Mandiri.

“Jadi silakan rektor memilih, 10 persen sisa itu mau ditambahkan ke SNMPTN atau SBMPTN,” kata Nasir.

SBMPTN 2019: UTBK Akan Dilakukan 24 Kali Setahun, Mulai Maret 2019

Ketua Panitia Pusat Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru Perguruan Tinggi Negeri (SNPMB PTN) 2018 Ravik Karsidi menyebut Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun 2019 hanya ada satu metode tes yaitu Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), yang akan dilakukan selama 24 kali mulai Maret 2019.

“Kami akan menyelenggarakan [UTBK] selama 24 kali dalam setahun, dalam waktu 12 hari, yaitu Sabtu dan Minggu. Dimulai dari Maret nanti. Pelaksanaannya pada pukul 08.00 dan 13.00,” jelas Ravik dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/10/2018).

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah menetapkan kebijakan baru terkait Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun 2019.

Pelaksanaan SBMPTN 2019 hanya ada satu metode tes yaitu Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Metode Ujian Tulis Berbasis Cetak (UTBC) ditiadakan dan UTBK berbasis android sementara belum diterapkan.

Ravik juga menjelaskan, untuk hasil tes akan diinformasikan kepada peserta dan PTN tujuan.

“Untuk nilai tes akan dikirimkan secara online kepada peserta. Sedangkan diterima atau atau tidak, kami akan libatkan pers untuk mengumumkan,” ucap Ravik.

Terkait hal ini, Menristekdikti Mohamad Nasir menyebut, peserta tes dapat mengikuti tes UTBK maksimal sebanyak dua kali. Ia menyebut perubahan tersebut tujuannya ialah menjaring calon mahasiswa yang berkualitas.

“Jika kurang puas dengan hasil tes pertama, maka peserta boleh ikut tes lagi,” ucap Nasir.

Kemudian, lanjutnya, hasil kedua tes tersebut dapat dijadikan nilai acuan bagi PTN yang dituju.

Menteri Nasir mengatakan peserta dapat menggunakan nilai tertingginya dalam mendaftar program studi yang diinginkan. Dalam dua kali UTBK, jenis soal akan sama, namun pertanyaannya akan berbeda.

Menteri Nasir menambahkan, materi tes yang dikembangkan dalam UTBK 2019 adalah Tes potensial skolastik (TPS) dan Tes kompetensi akademik (TKA) dengan kelompok ujian saintek atau soshum.

Untuk TKA, lanjut Nasir, akan ada ujian Sains dan Teknologi (Saintek) serta Sosial Humaniora (Soshum). Tes ini mengukur pengetahuan materi yang diajarkan di sekolah dan yang diperlukan untuk berhasil di pendidikan tinggi, dengan soal High Order Thinking Skill (HOTS).

“Bagaimana kemampuan mereka untuk menganalisis, ini menjadi sangat penting,” imbuh Nasir.

Dalam TPS, peserta akan diukur kemampuan kognitif, penalaran dan pemahaman umum yang dianggap penting untuk keberhasilan di sekolah formal. Khususnya pendidikan tinggi dan berkembang dalam proses belajar juga pengalaman di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, tidak diperlukan pre-tes seperti TOEFL sebelum mengikuti TPS.

SBMPTN 2019: Kebijakan Tes Dua Kali, Cara Seleksi, dan Biayanya

Seleksi masuk perguruan tinggi negeri selalu dinanti hampir semua siswa sekolah menengah atas tingkat akhir. Lewat seleksi itu mereka bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, atau malah tidak karena gagal bersaing dengan yang lain.

Ada banyak jenis seleksi yang bisa dipilih, salah satunya bernama Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Senin 22 Oktober 2018 kemarin, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengumumkan sejumlah kebijakan baru terkait seleksi SBMPTN.

Bisa Tes Dua Kali, Daftarnya Belakangan

Salah satu kebijakan baru adalah peserta bisa tes sampai dua kali. Menristekdikti Mohamad Nasir menyebut cara ini diterapkan agar kampus negeri benar-benar mendapatkan mahasiswa berkualitas.

“Jika kurang puas dengan hasil tes pertama, maka peserta boleh ikut tes lagi,” ucap Nasir di kantornya.

Maksudnya, keluaran dari tes adalah poin yang diumumkan ke masing-masing peserta via e-mail, bukan pengumuman apakah lulus atau tidak seperti yang sudah-sudah. Poin ini yang nantinya dipakai untuk mendaftar ke program studi tujuan. Peserta bisa mendaftarkan diri dengan poin yang lebih tinggi (kalau memutuskan untuk tes dua kali).

“Daftar belakangan,” demikian istilah Nasir.

Jenis Tes dan Materi

Kebijakan baru lain adalah ditiadakannya ujian dengan kertas cetak. Semua sudah terkomputerisasi. Namanya Ujian Tulis Berbasis Komputer alias UTBK. Sebetulnya ada lagi upaya yang lebih canggih, namanya UTBK berbasis Android. Namun, kata Nasir, yang satu ini masih dalam tahap pengembangan.

Ada dua materi utama yang bakal diujikan via komputer: Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Kompetensi Akademik (TKA).

Untuk TKA, yang akan diujikan adalah materi-materi rumpun sains dan teknologi (saintek) serta sosial humaniora (soshum). Sedangkan TPS, peserta akan diukur kemampuan kognitif, penalaran dan pemahaman umumnya.
“TPS sepadan dengan Tes Potensi Akademik (TPA),” kata Ketua Panitia Pusat Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru Perguruan Tinggi Negeri (SNPMB PTN) 2018, Ravik Karsidi.

Bagaimana dengan program studi khusus seperti olahraga dan seni? Kampus diberikan kebebasan. Mereka bisa menambah tes lain seperti ujian keterampilan, namun nilai SBMPTN tetap jadi acuan utama.

Biaya dan Lokasi

Biaya yang dibutuhkan seseorang untuk mengikuti satu kali ujian adalah Rp200 ribu, tidak naik dari tahun lalu. Ada 85 kampus yang bisa dipilih jadi lokasi ujian, tergantung di mana peserta tinggal. Saat ini tanggal ujian belum ditetapkan, namun dapat dipastikan diselenggarakan pada Sabtu dan Minggu. “Dimulainya maret nanti, pelaksanaan pukul 08.00 sampai 13.00,” kata Ravik.

Mereka yang bisa mendaftar dibatasi hingga tiga angkatan: lulus minimal pada 2019 dan maksimal 2017.

Keputusan Penerimaan
Tadi dijelaskan bahwa keluaran dari tes ini adalah poin, yang kemudian didaftarkan ke kampus yang diinginkan. Kampuslah yang kemudian memutuskan apakah seseorang diterima jadi mahasiswa atau tidak.
“Para rektor berkumpul untuk mendapatkan masukan dari kami untuk mengolah data [untuk penerimaan],” ujar Sekretaris Jenderal Panitia Pusat SNPMB PTN 2018 Joni Hermana. “Jadi seolah-olah kita dari awal punya nilai,” tambahnya.

Kuota Masing-Masing Jalur
Ada dua jalur lain untuk bisa diterima di kampus negeri selain SBMPTN, yaitu Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Mandiri.

Di antara tiga jalur itu, SBMPTN mendapat kuota tertinggi, minimal 40 persen. Seleksi Mandiri menempati posisi kedua dengan kuota minimal 30 persen, dan terakhir SNMPTN alias jalur rapor maksimal 20 persen. 10 persen sisanya bisa dialokasikan ke jalur lain kecuali untuk Ujian Mandiri.

“Jadi silakan rektor memilih, 10 persen sisa itu mau ditambahkan ke SNMPTN atau SBMPTN,” kata Nasir.

SBMPTN 2019: UTBK Akan Dilakukan Setiap Sabtu-Minggu Selama 2 Bulan

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2019 akan dilakukan hanya dengan satu metode tes yaitu Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) mulai Maret 2019.

Ketua Humas Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Dr. Anwar Efendi menyebut bahwa perbedaan utama sistem baru tersebut adalah ujian masuk versi cetak telah resmi dihapus.

“Prinsipnya tidak ada ujian tulis berbasis cetak, dalam waktu bersamaan, seperti tahun lalu. [Tujuannya] agar tidak terjadi mobilisasi peserta di waktu yang sama,” katanya kepada Tirto, Senin (22/10/2018).

Ia juga menjelaskan bahwa rencana tes akan dilaksanakan hari Sabtu dan Minggu dan dilaksanakan dua shift (pagi dan siang) setiap harinya.

“Info sementara rentang waktu tes selama 2 bulan setiap Sabtu dan Minggu,” tambahnya.

Terkait hal ini, Ketua Panitia Pusat Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru Perguruan Tinggi Negeri (SNPMB PTN) 2018 Ravik Karsidi juga menyebut UTBK akan dilakukan selama 24 kali mulai Maret 2019.

“Kami akan menyelenggarakan [UTBK] selama 24 kali dalam setahun, dalam waktu 12 hari, yaitu Sabtu dan Minggu. Dimulai dari Maret nanti. Pelaksanaannya pada pukul 08.00 dan 13.00,” jelas Ravik dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/10/2018).

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah menetapkan kebijakan baru terkait Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun 2019.

Pelaksanaan SBMPTN 2019 hanya ada satu metode tes yaitu Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Metode Ujian Tulis Berbasis Cetak (UTBC) ditiadakan dan UTBK berbasis android sementara belum diterapkan.

Ravik juga menjelaskan, untuk hasil tes akan diinformasikan kepada peserta dan PTN tujuan.

“Untuk nilai tes akan dikirimkan secara online kepada peserta. Sedangkan diterima atau atau tidak, kami akan libatkan pers untuk mengumumkan,” ucap Ravik.Terkait hal ini, Menristekdikti Mohamad Nasir menyebut, peserta tes dapat mengikuti tes UTBK maksimal sebanyak dua kali. Ia menyebut perubahan tersebut tujuannya ialah menjaring calon mahasiswa yang berkualitas.

“Jika kurang puas dengan hasil tes pertama, maka peserta boleh ikut tes lagi,” ucap Nasir.

Kemudian, lanjutnya, hasil kedua tes tersebut dapat dijadikan nilai acuan bagi PTN yang dituju.

Menteri Nasir mengatakan peserta dapat menggunakan nilai tertingginya dalam mendaftar program studi yang diinginkan. Dalam dua kali UTBK, jenis soal akan sama, namun pertanyaannya akan berbeda.

Menteri Nasir menambahkan, materi tes yang dikembangkan dalam UTBK 2019 adalah Tes potensial skolastik (TPS) dan Tes kompetensi akademik (TKA) dengan kelompok ujian saintek atau soshum.

Untuk TKA, lanjut Nasir, akan ada ujian Sains dan Teknologi (Saintek) serta Sosial Humaniora (Soshum). Tes ini mengukur pengetahuan materi yang diajarkan di sekolah dan yang diperlukan untuk berhasil di pendidikan tinggi, dengan soal High Order Thinking Skill (HOTS).

“Bagaimana kemampuan mereka untuk menganalisis, ini menjadi sangat penting,” imbuh Nasir.

Dalam TPS, peserta akan diukur kemampuan kognitif, penalaran dan pemahaman umum yang dianggap penting untuk keberhasilan di sekolah formal. Khususnya pendidikan tinggi dan berkembang dalam proses belajar juga pengalaman di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, tidak diperlukan pre-tes seperti TOEFL sebelum mengikuti TPS.

Kebijakan Baru SBMPTN 2019: Dua Jenis Materi Tes dalam UTBK

Pola Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2019 akan menggunakan satu metode yakni Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dengan dua materi tes yaitu Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Kompeten Akademik (TKA).

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan metode Ujian Tulis Berbasis Cetak (UBTC) ditiadakan.

Untuk TKA, lanjut Nasir, akan ada ujian Sains dan Teknologi (Saintek) serta Sosial Humaniora (Soshum). Tes ini mengukur pengetahuan materi yang diajarkan di sekolah dan yang diperlukan untuk berhasil di pendidikan tinggi, dengan soal High Order Thinking Skill (HOTS).

“Bagaimana kemampuan mereka untuk menganalisis, ini menjadi sangat penting,” imbuh Nasir.

Dalam TPS, peserta akan diukur kemampuan kognitif, penalaran dan pemahaman umum yang dianggap penting untuk keberhasilan di sekolah formal. Khususnya pendidikan tinggi dan berkembang dalam proses belajar juga pengalaman di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, tidak diperlukan pre-tes seperti TOEFL sebelum mengikuti TPS.

Peserta tes, lanjut Nasir, dapat mengikuti UTBK maksimal sebanyak dua kali, tujuannya ialah menjaring calon mahasiswa yang berkualitas.

“Jika kurang puas dengan hasil tes pertama, maka peserta boleh ikut tes lagi,” ucap Nasir.

Kemudian, hasil kedua tes dapat dijadikan nilai acuan bagi PTN yang dituju.

Menteri Nasir mengatakan peserta dapat menggunakan nilai tertingginya dalam mendaftar program studi yang diinginkan. Dalam dua kali UTBK, jenis soal akan sama, namun pertanyaannya akan berbeda.

Menurut Ketua Panitia Pusat SNPMB PTN 2018, Ravik Karsidi, setiap tes peserta harus membayar Rp200 ribu dan 85 PTN akan menjadi lokasi tes.

“Peserta UTBK bayar Rp200 ribu, (biaya daftar) tidak naik dibandingkan tahun lalu,” terang dia.

Selain itu, tambah dia, peserta hanya akan bayar pendaftaran UTBK dan pendaftaran masuk ke perguruan tinggi. Lantas, ada tiga angkatan lulus yang diperkenankan mengikuti ujian, yakni lulusan tahun 2017, 2018, dan 2019.

Pekan depan, tambah Ravik, pihaknya akan memberi tahu waktu pelaksanaan UTBK. Namun, ia belum menjelaskan secara rinci soal tanggal dimulainya ujian tersebut.

“Kami akan menyelenggarakan selama 24 kali dalam setahun, dalam waktu 12 hari, yaitu Sabtu dan Minggu. Dimulai dari Maret nanti. Pelaksanaannya pada pukul 08.00 dan 13.00,” jelas Ravik.

Selain itu, pola seleksi masuk PTN 2019 akan dilaksanakan melalui tiga jalur yakni SNMPTN dengan daya tampung 20 persen, SBMPTN minimal 40 persen dan Seleksi Mandiri maksimal 30 persen dari kuota daya tampung tiap program studi di PTN.

Referensi: Adi Briantika, Tirto, 24 Oktober 2019.