Renungan tentang Hijrah Nabi dan Pendidikan Ideologi

Secara linguistik, kata ‘ideologi’ terdiri atas dua kata, yaitu edios berarti gagasan atau konsep, dan logos berarti ilmu. Ideologi dipahami sebagai ide, gagasan, keyakinan, pandangan, dan kepercayaan menyeluruh dan sistematis yang dijadikan nilai dasar, spirit perjuangan, dan keyakinan mengaktualisasikan cita-cita mulia.

Esensi pendidikan ideologi ialah penanaman, penyemaian, kristalisasi, dan aktualisasi nilai-nilai kebenaran yang diyakini perlu diperjuangkan dan diwujudkan dalam kehidupan. Dalam Ideology and Educational Thought (2010) Zvi Lamm menegaskan, ideologi itu merupakan sistem kognisi yang digunakan untuk mencapai tujuan bersama dan mengontrol perilaku warga negara agar tercipta stabilitas konsensus (integrasi, sinergi, dan spirit berbagi) dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan ideologi berperan penting dalam mengikat nilai, memberi orientasi, dan membingkai masa depan bangsa.

Oleh karena itu, tujuan utama pendidikan ideologi, membangun jiwa nasionalisme, cinta tanah air, dan spirit kebersamaan dalam kebinekaan. Kesadaran ideologis harus menjadi nilai, spirit, dan orientasi perjuangan meraih cita-cita mulia dan masa depan peradaban RI berkemajuan. Dengan ideologi Pancasila, bangsa Indonesia mempunyai visi, misi, orientasi, dan peta jalan aksi menuju masa depan gemilang.

Pendidikan Ideologi dengan Inspirasi dari Hijrah Nabi

MENGAPA para pendiri bangsa berkomitmen, bersinergi, dan bersatu padu merekatkan kebinekaan menjadi Indonesia merdeka setelah perjuangan panjang melawan penjajahan asing? Mengapa pula kita sebagai warga bangsa tetap setia dan berkomitmen membangun dan merawat rumah besar NKRI? Jawaban paling rasional ialah karena kita memiliki kesamaan dan kesatuan ideologi, Pancasila. Sebagai dasar negara, Pancasila berfungsi sebagai ideologi pemersatu bangsa,  perekat kebinekaan, dan kiblat masa depan bangsa.  

Akan tetapi, pendidikan ideologi, terutama bagi generasi muda, tidaklah semudah membalikkan tangan. Menanamkan, menyemai, merawat, memupuk, meneguhkan, dan mengaktualisasikan ideologi dan nilai-nilai Pancasila di tengah tantangan milenial mengharuskan keseriusan dan keteladanan moral dari orangtua, pendidik, dan para pemimpin.

Bangsa ini bisa merdeka dan berdaulat karena jiwanya dipenuhi kesadaran ideologis bahwa bangsa ini memiliki mimpi besar, energi, dan ekspektasi untuk membangun dan memajukan NKRI, dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan yang diwariskan para pendiri bangsa.

Bagaimana mengedukasi ideologi Pancasila bagi seluruh warga negara demi menjaga kohesi sosial dan keutuhan NKRI di tahun politik dan di tengah ancaman keterbelahan akibat kontestasi politik yang kian memanas? Tampaknya, spirit hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah memiliki relevansi tinggi dalam pendidikan ideologi menuju kemajuan dan kejayaan bangsa di masa depan karena esensi hijrah ialah transformasi mental spiritual, moral, dan sosial berbasis kekuatan ideologi dan keyakinan tinggi meraih cita-cita mulia bangsa.

Di malam hijrah, Nabi SAW sungguh menunjukkan strategi pendidikan ideologi yang efektif dengan memberikan kepercayaan dan tugas kepada beberapa sahabatnya. Ali bin Abi Thalib ditugasi tidur di atas tempat tidur Nabi dengan mengenakan selimutnya.

Abdullah bin Abu Bakar dipercaya menjadi informan dan intelijen Nabi untuk memantau dan mengawasi pergerakan musuh (kaum kafir Quraisy Mekah). Asma’ binti Abu Bakar ditugasi menyiapkan logistik dan perbekalan untuk perjalanan hijrah Nabi dan ayahnya, Abu Bakar, dari tempat transitnya di Gua Tsur menuju Madinah.

Nabi SAW dan Abu Bakar RA berdua meninggalkan Mekah menuju Gua Tsur yang berlokasi 7 kilometer di Selatan Mekah, untuk transit kurang lebih tiga hari. Selama berada di Gua Tsur, Abu Bakar sempat ‘gusar dan gundah gulana’, bahkan meneteskan air mata.

Dengan penuh keberanian dan keyakinan, Nabi SAW mengeduksi Abu Bakar dengan ideologi berbasis teologi “Janganlah engkau bersedih hati, Allah selalu membersamai kita” (QS At-Taubah 9:40). Ideologi kebenaran dapat meyakinkan dan menenangkan hati bahwa pembela, pengawal, dan penolong perjuangannya ialah Allah yang Maha Kuat.

Karakter positif
Setelah transit, Nabi SAW dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan hijrah menuju Madinah dengan memanfaatkan jasa pemandu jalan, Abdullah bin Uraiqith al-Laitsi, seorang Yahudi. Kolaborasi Nabi SAW dengan seorang Yahudi secara profesional ini menunjukkan bahwa pendidikan ideologi itu harus terbuka, lintas suku, bahasa, budaya, dan agama sehingga terbangun karakter positif, seperti komitmen kebangsaan, jiwa patriotisme, rela berkorban, dan pantang mengkhianati bangsanya.

Hijrah Nabi SAW juga sarat pelajaran dan pendidikan ideologi karena rencana strategis, perjalanan, dan destinasi hijrah Nabi SAW itu dilandasi nilai suci, kebulatan tekad, keteguhan komitmen, kerelaan berkorban dan keberanian menghadapi segala risiko dalam membangun dan memajukan masyarakat Madinah.

Pendidikan ideologi membentuk karakter kaum muhajirin memiliki keyakinan kuat, loyalitas nasionalisme, dan etos juang tinggi dalam bela negara, menjaga persatuan, persaudaraan, dan kebersamaan warga Madinah yang plural dan multikultural.  

Pendidikan ideologi dalam hijrah Nabi sukses melahirkan figur teladan yang selalu mengedepankan kebersamaan, kesatuan, kebinekaan, kepentingan, dan kemasalahatan umat dan bangsa. Ali bin Abi Thalib berani menggantikan tidur Nabi dengan risiko dibunuh. Abu Bakar setia menemani perjalanan hijrah dengan risiko ditangkap atau dibunuh preman bayaran Abu Jahal.

Setiba di Yatsrib, Nabi memantapkan pendidikan ideologi bagi warga bangsa dengan mengubah nama Yatsrib menjadi al-Madinah al-Munawwarah (kota berperadaban yang tercerahkan). Perubahan nama itu menginspirasi mindset dan visi pembangunan ke depan, yaitu mewujudkan masyarakat berperadaban maju dan tersinari nilai-nilai Ilahi.

Pendidikan ideologi dilanjutkan Nabi dengan membangun masjid sebagai pusat integrasi umat, pendidikan dan kaderisasi, pembangunan sosial ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Semua komponen warga Madinah dipersaudarakan dengan menyepakati dan menjadikan perjanjian Madinah (mitsaq al-Madinah) sebagai dasar ideologi hidup bersama dalam kedamaian, kerukunan, dan toleransi sehingga baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur (negeri adil makmur, toto tentrem kerto raharjo, dan mendapat ampunan Allah) dapat diwujudkan.

Dengan spirit hijrah, pendidikan ideologi sangat penting ditanamkan sejak dini agar rakyat Indonesia menjadi warga negara yang baik, memiliki kesadaran ideologis kuat, nasionalisme tinggi, menomorsatukan kepentingan bangsa di atas kepentingan yang lain, dan tidak mengkhianati bangsanya sendiri.

SMT, dengan Referensi dari MI, 16 September 2018.